Senin, 03 Maret 2008

Birul walidain Jane Piye

Berkaitan dengan birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) dan keutamaannya yang sangat tinggi. Namun demikian, segala ajaran itu tentu ada batasannya. Untuk itu kami angkat permasalahan yang cukup sering kita jumpai yaitu saat orang tua menyuruh hal yang bertentangan, salah satunya untuk bercerai.

Apabila kedua orang tua menyuruh anak untuk menceraikan istrinya, apakah harus ditaati atau tidak? Dibawah ini dibawakan beberapa hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam, diantaranya yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dan Abu Dawud.

"Dari sahabat Abdullah bin Umar berkata : "Aku mempunyai seorang istri serta mencintainya dan Umar tidak suka kepada istriku. Kata Umar kepadaku, 'Ceraikanlah istrimu', lalu aku tidak mau, maka Umar datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menceritakannya, kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadaku, 'Ceraikan istrimu'" 1

Hadits kedua diriwayatkan oleh Abu Darda.

"Dari Abu Darda Radhiyallahu 'anhu bahwa ada seorang datang kepadanya berkata, "Sesunggguhnya aku mempunyai seorang istri dan ibuku menyuruh untuk menceraikannya. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Orang tua itu adalah sebaik-baik pintu surga, seandainya kamu mau maka jagalah pintu itu jangan engkau sia-siakan maka engkau jaga" 2

Hadist ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama bahwa seandainya orang tua kita menyuruh untuk menceraikan istri kita, wajib ditaati. 3

Ini terjadi bukan hanya pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam saja tetapi juga pada zaman Nabi Ibrahim 'Alaihis Shalatu wa sallam. Ketika Ibrahim 'Alaihi Shalatu wa sallam berkunjung ke rumah anaknya -Ismail 'Alaihi salam- dan anaknya saat itu tidak ada di tempat, kemudian Ibrahim berkata kepada istri Ismail 'Alaihi Salam, "Sampaikan pada suamimu hendaklah dia mengganti palang pintu ini".

Ketika Ismail datang, istrinya mengatakan bahwa ada orang tua yang datang menyuruh ganti palang pintu. Ismail kemudian mengatakan bahwa orang tua yang datang itu adalah ayahnya yang menyuruh menceraikan istrinya. 4

Sebagian ulama yang lain mengatakan jika orang tua kita menyuruh menceraikan istri tidak harus diataati. 5

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang seseorang yang sudah mempunyai istri dan anak kemudian ibunya tidak suka kepada istrinya dan mengisyaratkan agar menceraikannya, Syaikhul Islam berkata, "Tidak boleh dia mentalaq istri karena mengikuti perintah ibunya. Menceraikan istri tidak termasuk berbakti kepada Ibu" 6

Ada orang bertanya kepada Imam Ahmad, "Apakah boleh menceraikan istri karena kedua orang tua menyuruh untuk menceraikannya?" Dikatakan oleh Imam Ahmad, "Jangan kamu talaq". Orang tersebut bertanya lagi, "Tetapi bukankah Umar pernah menyuruh sang anak menceraikan istrinya ?" Kata Imam Ahmad, "Boleh kamu taati orang tua, jika bapakmu sama dengan Umar, karena Umar memutuskan sesuatu tidak dengan hawa nafsu" 7

Permasalahan mentaati perintah orang tua ketika diminta untuk menceraikan istri, sudah berlangsung sejak lama. Oleh karena itu para imam (aimmah) sudah menjelaskan penyelesaian dari permasalahan tersebut. Pada zaman Imam Ahmad (abad kedua) dan zaman Syaikhul Islam (abad ketujuh) permasalahan ini sudah terjadi dan sudah dijelaskan bahwa tidak boleh taat kepada kedua orang tua untuk menceraikan istri karena hawa nafsu.

Kecuali jika istri tidak taat pada suami, berbuat zhalim, berbuat kefasikan, tidak mengurus anaknya, berjalan dengan laki-laki lain, tidak pakai jilbab (tabaruj/memperlihatkan aurat), jarang shalat dan suami sudah menasehati dan mengingatkan tetapi istri tetap nusyuz (durhaka), maka perintah untuk menceraikan istri wajib ditaati. Wallahu 'Alam




Catatan Kaki

...1
[Hadits Riwayat Abu Dawud 5138, Tirmidzi 1189, dan Ibnu Majah 2088]
...2
[Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan Shahih]
...3
[Nailul Authar 7/4]
...4
[Hadits Riwayat Bukhari no. 3364 (Fathul Baari 6/396-398)]
...5
[Masaail min Fiqil Kitab wa Sunnah hal. 96-97]
...6
[Majmu' Fatawa 33/112]
...7
[Masail min Fiqil Kitab wa Sunnah hal. 27]

Tidak ada komentar: