Rame-rame soal pemimpin masa depan negeri ini kayaknya udah jadi bahan perbincangan kita-kita juga deh. Obrolan seputar calon presiden mendadak jadi menu sehari-hari kita. Soalnya pemilu dan pemilihan presiden langsung udah diambang pintu. Yang jelas waktunya deketan banget ama pestanya kaum penggila bola. Itu sebabnya nggak heran dong kalo sampe dibahas di media cetak maupun elektronik. Malah sampe dibuat polling segala: �Siapa calon presiden yang paling anda sukai?
Sobat muda muslim, mau nggak mau kita juga kudu ngeh yang satu ini. Emang sih itu udah wilayahnya politik. Tapi apa kita salah ngomong politik? Remaja juga kudu sadar politik dong. Biar kita bisa tahu masalah apa aja yang sedang dihadapi masyarakat kita. Kalo kamu nongkrongnya di MTV doang, maka kamu cuma ngeh kehidupan selebriti. Itu pun sebatas mu-sik dan lagu. Paling banter soal gaya hidupnya. Padahal, masalah kita nggak cuma kudu ngeh soal itu, tapi seluruh persoalan kehidupan lengkap dengan jawabannya. Tul nggak?
BTW, ngomongin calon pemimpin masa depan negeri ini nggak lepas dari yang namanya intrik politik. Bahkan sebetulnya dalam sistem kehidupan yang ada sekarang, lebih mengarah kepada pertarungan memperebutkan kekuasa-an untuk mempertahankan kepentingan individu dan gengnya. Itu pun always berbalut niatan dapetin yang namanya duit. Maklumlah, siapa sih yang nggak nelen ludah kalo bicara urusan tahta dan harta. Betul?
Kalo pun ada yang punya niat agak mendingan seperti yang diusung partai politik yang mengaku berbasis Islam, tapi itu juga kalah bersaing. Bahkan ikut-ikutan tenggelam dalam hiruk-pikuk politik tak bermoral' yang jadi trademark negara-negara yang mengamalkan kapitalisme. Jadinya, wes ewes ewes bablas cita-citane! Keciaan deh luh!
Sobat muda muslim, punya pemimpin yang oke segala-galanya emang udah jadi impian kita selama ini. Sebagai remaja muslim yang peduli terhadap masa depan umat, punya harapan seperti ini tentunya wajar dan bahkan kudu. Kita udah lelah banget dengan kondisi kehidupan sekarang. Suer, kriminalitas kian marak, kasus kejahatan seksual juga makin menumpuk nggak bisa diselesaikan, ekonomi awut-awutan, urusan politik udah kayak benang kusut. Pokoknya, lengkap sudah penderitaan kita. Bahkan mungkin sepertinya bakalan langgeng. Walah?
Tapi, selesaikah persoalan dan langsung dapet jawaban kalo kita punya pemimpin yang baik dan oke segalanya? Cukupkah perjuangan kita sebatas ikutan polling rame-rame via SMS atau website untuk milih partai dan calon presiden yang disukai, sekaligus diharapkan jadi kebanggaan kita? Jalan masih panjang sobat. Bahkan kita harusnya mikirin juga akar masalah yang mendera negeri ini.
Hadirnya pemimpin yang baik emang salah satu upaya kita menyelesaikan masalah. Tapi masalah utama-nya adalah seberapa pantas sistem kapitalisme ini mengatur kehidupan se-buah masyarakat dan negara? Ehm, sa-yangnya kita ku-du bilang bahwa sistem buatan ma-nusia ini udah nggak laku lagi. Buktinya nggak becus ngurus kehidupan. Tengok deh, di negeri ini aja sejak pemimpin yang pertama sampe yang sekarang, selalu kolaps dengan sukses! Jadinya, buat apa dipake terus kalo udah terbukti USG alias Usahanya Selalu Gagal?
Oke deh, mari kita obrolin kriteria pemimpin sejati yang selama ini kita impikan. Tapi tentunya jangan tinggalkan obrolan kita tentang sistem kehidupan yang mengatur masyarakat dan negara ini. Sebab, selama sistem kapitalisme-dengan demokrasinya-masih menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita, maka hadirnya pemimpin sejati cuma mimpi kali yee?
Kesalahan bukan pada orangnya
Emang ada dua kemungkinan yang bakalan muncul saat kita obrolin sistem dan operatornya. Bisa dua-duanya yang kacau balau. Bisa pula salah satunya yang error. Untuk mengetesnya tak terlalu sulit kok, asal kita udah punya manualnya yang berisi prosedur standar mengoperasikan sistem itu dan siapa aja yang bisa dan boleh meng-operasikannya. Beres.
Ambil contoh kalo kamu pake komputer. Komputer sehat. Berdasarkan prosedur stan-dar pengoperasian yang oke alat tersebut mampu menjalankan berbagai program yang kita inginkan. Pendek kata, bisa membantu menyelesaikan tugas-tugas kita. Duh, asyik banget tuh bisa nyenengin kita-kita.
Tapi manakalah kamu nggak bisa mengoperasikan sesuai prosedur, alamat komputer bakalan rusak bro. Misalnya aja, waktu matiin tuh komputer, kamu langsung nyabut kabel powernya. Atau lebih parah lagi karena kamu nggak ngeh (maklum kebiasaan orang Indonesia tuh katanya sih males baca manual guide), malah tuh komputer dimatiinnya pake karung basah karena nggak tahu caranya shut down (emangnya kompor yang kebakaran?)
Itu artinya komputer nggak masalah, tapi operatornya yang error. Sebaliknya, jika kamu udah bisa malah mahir mengoperasikan komputer, ternya-ta sang mesin nggak bisa bekerja. Misalnya aja pada keyboardnya ha-nya tombol �Ctrl�, �Alt�, dan �Del� yang berfungsi. Sisanya nggak bisa diguna-kan. CPU nggak bisa idup karena nggak ada power suply-nya. Ditambah mo-nitornya nggak ada tombol �on-off�-nya. Wah, itu jelas alatnya yang bobrok euy!
Tapi.. bisa juga dua-duanya yang kacau balau lho. Komputer error, orangnya juga always tulalit. Klop. Bahaya tuh. Nah, ngomongin sistem kapitalisme-dengan demo-krasinya, itu sama aja ngomongin komputer rusak van butut. Orang yang pinter segimana pun nggak bakalan bisa mengoperasikan. Dan tentunya nggak berguna untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang kita hadapi. Padahal kita butuh segera jawabannya. Celakanya lagi, jika orang yang mengoperasikannya juga error, wah, tambah parah dah! Gubrakzzz
Sobat muda muslim, kamu perlu tahu bahwa sistem kapitalisme, dengan alat politiknya yang bernama demokrasi, adalah sistem kehidupan buatan manusia yang so pasti subur dengan kelemahan. Sistem berbalut akidah sekularisme ini udah bikin seluruh manusia sengsara.
Paradigma alias model pola sekularisme yang lahir dari sebuah proses kompromi telah memberikan suatu anggapan bahwa manusia adalah tuan bagi dirinya sendiri. Agar manusia dapat menjadi tuan bagi dirinya sendiri, maka manusia, menurut paradigma sekularisme, harus dijauhkan dari segala pengawasan pihak lain (agama/Tuhan). Hal ini tidak akan bisa terealisasi kecuali jika manusia diberikan kebebasan dan dilepaskan dari segala ikatan. Dari sini, lahirlah kemudian ide kebebasan (liberalisme) yang selanjutnya menjadi sesuatu yang inheren alias melekat erat dan udah jadi tabiat khas dalam ideologi Kapitalisme.
Dari ide kebebasan ini, pada gilirannya, lahirlah konsep demokrasi; sebuah konsep yang menghendaki manusia steril dari intervensi pengaturan pihak lain (baca: agama atau Tuhan), sekaligus menghendaki agar manusia diberikan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri. Duilee.. sampe segitunya...
Kaum sekularis selalu menganggap bahwa kebahagiaan manusia terletak pada keber-hasilannya memperoleh sebanyak mungkin kesenangan dan kelezatan duniawi. Wajar jika kemudian kemaslahatan (menurut akal mereka) merupakan tujuan utama dari setiap per-buatan yang dilakukannya. Celakanya, banyak kaum muslimin, temasuk anak mudanya, yang tergoda dengan paham ini. Inilah akibat paling menyakitkan dari serangan pemikiran dan budaya yang dilancarkan Barat. Ehm.. KDKK deh (KDKK: Kejarlah Demokrasi Kau Ketipu) Keciaan deh!
Jadi kalo menginginkan pemimpin sejati, maka sistem kehidupannya wajib diganti dengan sistem Islam dulu dong. Islam yang di-terapkan sebagai ideologi negara. Biar klop. Sebab, kalo nyari pemimpin sejati tapi masih setuju en betah dibingkai dengan sistem kapitalisme, termasuk yang nyari pemimpin sejati lewat jalur sistem sosialisme-komunisme, itu cuma khayalan kata Mbak Oppie Andaresta atau mimpi kali yee kata SCTV. Suer.
Pemimpin sejati dalam sistem sejati
Yup, pemimpin sejati cuma ada dalam bingkai sistem yang sejati pula. Islam, amat identik antara agama dan negara. Nggak bisa dipisahkan. Itu sebabnya disebut ideologi.
Imam al-Ghazali menuliskan: �Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.� (dalam kitabnya, al-Iqtishad fil I'tiqad hlm. 199)
Senada dengan Imam al-Ghazali, Ibnu Taimiyah juga menyatakan: �Jika kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak.� ( Majmu'ul Fatawa juz 28 hlm. 394)
Nah, sejalan dengan prinsip Islam bahwa agama dan negara itu tak mungkin dipisahkan, juga tak mengherankan bila kita dapati bahwa Islam telah mewajibkan umatnya untuk mendirikan negara sebagai sarana untuk menjalankan agama secara sempurna. Negara itulah yang terkenal dengan sebutan Khilafah atau Imamah.
Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Hukmi fil Islam mendefinisikan Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi se-luruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Seluruh imam madzhab dan para mujtahid besar tanpa kecuali telah bersepakat bulat akan wajibnya Khilafah (atau Imamah) ini. Syaikh Abdurrahman al-Jaziri menegaskan �Para imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi�i, dan Ahmad) �rahimahumullah� telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) itu wajib adanya, dan bahwa ummat Islam wajib mempunyai seorang imam (khalifah,) yang akan meninggikan syiar-syiar agama serta menolong orang-orang yang tertindas dari yang menindasnya...� (dalam kitab al-Fiqh �Ala al-Madzahib al Arba'ah, jilid V, hlm. 416)
Jadi jelas, pemimpin sejati hanya bisa dihasil-kan dari sistem yang sejati pula kebenarannya. Cuma Islam yang benar. Yang lain? Lewaaat!
Allah Swt berfirman:
�Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.� (QS al-Maaidah [5]: 3]
Sobat muda muslim, mulai sekarang kita kampanyekan Islam sebagai ideologi negara yang akan diterapkan dalam bingkai negara Khilafah Islamiyah. Pemimpin sejati insya Allah akan lahir dari sana. Percayalah. Yuk, kita sama-sama berjuang. Salam kehancuran ideologi kapitalisme! Salam kehancuran ideologi sosialisme-komunisme! Salam kebangkitan ideologi Islam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar